Sabtu, 18 Agustus 2007

Tentang Makna Shalat ....


Jangankan dari kalangan non-Muslim, orang-orang Muslim pun banyak yang tidak bisa menjawab ketika ditanya, “Shalat itu apa sih?”. Apalagi jika kemudian pertanyaan berkembang menjadi “mengapa harus pakai bahasa Arab?”, “mengapa harus lima kali sehari?”, “mengapa harus dengan gerakan ini-itu?”, “mengapa harus begini dan begitu?”. Pertanyaan-pertanyaan ini ada bagusnya untuk diajukan, agar akal kita terangsang untuk berpikir dan memikirkan hikmah tersembunyi di balik shalat.

Saya bukan ulama, dan nampaknya dari segi keilmuan memang masih sangat jauh dari level ulama. Tapi bolehlah saya berusaha menjelaskan perihal shalat ini dengan cara yang paling saya anggap baik. Saya akan berusaha meringkasnya, namun nampaknya pekerjaan ini tidak bisa dilakukan dengan satu kalimat. Hal ini karena Allah memang menetapkan begitu banyak hikmah dan keistimewaan di balik tiang agama Islam ini. Penjelasan yang saya buat ini barangkali akan saya ralat dan sempurnakan kembali di masa depan, tapi setidaknya saya sudah berbuat yang terbaik untuk saat ini. Maafkanlah kalau ada kekurangan.

Shalat adalah tiang agama, rukun kedua dalam Islam yang harus ditegakkan setelah mengucapkan dua kalimah syahadat. Artinya, setelah mengaku tunduk pada Allah dan rela sepenuhnya menjadi pengikut Rasul-Nya Muhammad saw., maka ibadah nomor satu yang harus dilakukan adalah shalat.

Shalat itu sendiri terdiri dari beberapa gerakan dan bacaan yang diawali dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan dua kali salam. Gerakan-gerakan tersebut harus mengikuti pedoman yang telah diberikan oleh Rasulullah saw., sesuai sabdanya : “Shalatlah sebagaimana aku shalat”. Bacaannya terdiri dari surah Al-Fatihah, ayat-ayat Al-Qur’an yang dibaca setelah Al-Fatihah yang hukumnya sunnah, dan berbagai macam doa yang dilakukan dengan tertib dan tuma’ninah.

Shalat wajib dilaksanakan lima kali sehari sesuai contoh dari Rasulullah saw. Untuk kaum lelaki yang tidak ada uzur juga diwajibkan melaksanakan shalat Jum’at pada setiap hari Jum’at di waktu Zhuhur. Selain shalat-shalat yang wajib, ada pula shalat-shalat yang hukumnya sunnah atau fardhu kifayah, misalnya shalat Rawatib, shalat Dhuha, shalat Istikharah, dan shalat jenazah. Sebagian shalat ada yang sangat diutamakan untuk dilakukan dengan berjamaah, terutama shalat lima waktu.

Demikianlah penjelasan paling singkat yang bisa saya berikan mengenai shalat.

Ada sebagian orang, terutama dari kalangan non-Muslim yang keliru menganggap bahwa umat Islam berkomunikasi dengan Tuhannya sebanyak lima kali sehari, yaitu pada kesempatan shalat fardhu. Anggapan ini salah besar, karena Allah sendiri berfirman : “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat.” (Q.S. Al-Baqarah [2] : 186). Inilah salah satu keistimewaan ajaran Islam, di mana komunikasi dengan Tuhan sama sekali tidak membutuhkan ritual apa pun.

Jika seorang Muslim ingin berdoa kepada Allah, ia bahkan tidak mesti menengadahkan tangannya ke arah langit. Ia juga tidak perlu mengucapkan kata-kata tertentu yang berfungsi bagaikan password. Tidak ada tabir antara Allah dan makhluk-makhluk ciptaan-Nya. Apa pun yang kita ucapkan, dengan suara selirih apa pun, pasti akan sampai juga kepada Allah, karena Dia Maha Mendengar. Bahkan Islam melarang umatnya untuk berdoa dengan suara yang keras yang menunjukkan kesan seolah-olah Allah itu tuli dan perlu diseru dengan suara lantang. Jangankan ucapan, bahkan pemikiran yang kita simpan rapat-rapat di dalam hati pun akan sampai juga kepada Allah. Memang ada adab-adab tertentu untuk berdoa, namun bukan berarti Allah tidak akan mendengar kita jika kita tidak melakukan adab-adab tersebut.

Secara harfiah, “shalat” itu sendiri memang bermakna “doa”. Akan tetapi, shalat adalah shalat, bukan sekedar doa. Bukan pula komunikasi kepada Tuhan, laporan harian kepada-Nya, atau semacamnya. Shalat adalah suatu ibadah unik yang memang diperuntukkan bagi manusia.

Perlu diingat bahwa segala ibadah – apa pun nama dan bentuknya – hanya dilakukan demi kepentingan si pelakunya sendiri. Artinya, jika ia melakukannya, maka ia akan mendapatkan manfaat. Jika ia menolak untuk melakukannya, maka yang rugi adalah dirinya sendiri. Allah sendiri sama sekali tidak terpengaruh dengan ibadah manusia. Jika seluruh penduduk bumi ini beriman, maka Allah tidak mendapat manfaat. Sebaliknya, jika seluruh manusia menjadi kafir, maka Allah pun tidak akan rugi secuil pun. Maka alangkah anehnya jika melihat ibadah dari sisi Allah, karena Dia Maha Kaya dan tidak memerlukan apa-apa dari manusia. Manusialah yang serba membutuhkan kasih sayang Allah SWT.

Kalau ditanya mengenai hikmah shalat, maka jawabannya bisa jadi sangat panjang dan akan berkembang selamanya sepanjang masih ada manusia yang mau berpikir. Itulah keluasan ilmu Allah. Saya akan menyebutkan hikmah-hikmah shalat yang mampu dicerna oleh akal saya. Sekali lagi, daftar ini sangat mungkin dikembangkan, dan mungkin di kemudian hari akan bertambah, insya Allah.
Bahasa Arab dipilih sebagai media untuk Al-Qur’an karena bahasa Arab memang terbukti sebagai bahasa yang paling mampu menampung informasi yang banyak dalam kalimat-kalimat yang singkat dan sederhana. Alim ulama sudah membuktikan hal ini sejak dahulu, yaitu dengan penafsiran Al-Qur’an yang tidak ada habis-habisnya, ditilik dari berbagai aspek, bahkan dari aspek sains yang belum diketahui manusia pada masa Al-Qur’an diturunkan. Allah menurunkan Al-Qur’an dalam bahasa Arab karena Allah juga telah menetapkan bahasa Arab sebagai sarana yang paling tepat untuk itu. Karena itu, Al-Qur’an tetaplah dalam bahasa Arab, termasuk ketika dibacakan di dalam shalat.
Penggunaan bahasa Arab dalam shalat juga menunjukkan persatuan umat Islam sedunia. Orang Portugal, Eskimo, Zimbabwe, Tasmania, Tunisia, atau Cilacap, meskipun tidak bisa saling mengerti ketika berbicara dengan bahasanya masing-masing, tetap bisa melaksanakan shalat berjamaah, karena shalat selalu dilaksanakan dalam bahasa Arab. Di mana pun seorang Muslim berada, jika ia masuk ke dalam Masjid atau Mushola, maka ia akan merasa berada di rumah sendiri. Saudara-saudara seimannya dari seluruh dunia menggunakan bahasa yang sama ketika shalat.
Para ahli kesehatan telah membuktikan manfaat baik shalat bagi kesehatan tubuh. Manfaat tersebut didapatkan bukan hanya dari gerakan-gerakannya saja, melainkan dari kondisi khusyu’ (atau mendekati khusyu’) yang terjadi pada saat melakukan shalat. Bahkan ada pula yang meneliti hikmah dari penentuan lima waktu shalat, yaitu dari segi kesehatan sehubungan dengan jam biologis manusia.
Karena banyak shalat yang dilakukan dengan berjamaah, maka shalat pun memiliki fungsi sosial, yaitu mempersatukan umat Islam. Dengan shalat berjamaah, baik dengan orang-orang yang kita kenali ataupun tidak, kita akan terbiasa berinteraksi dengan saudara-saudara sesama Muslim. Tentu saja, jika shalat berjamaah tersebut dilaksanakan dengan benar, salah satu syaratnya adalah dengan merapatkan shaf.
Ada pula shalat yang ‘lain daripada yang lain’, yaitu shalat jenazah yang dilakukan tanpa ruku’, tanpa sujud, dan tanpa duduk. Dari sini semakin jelas bahwa shalat bukanlah sekedar komunikasi dengan Tuhan. Shalat jenazah dilakukan untuk mendoakan seorang Muslim yang telah wafat agar amalan-amalannya diterima oleh Allah SWT dan segala kealpaannya diampuni dengan sempurna. Shalat jenazah juga menggambarkan kedekatan hubungan antara sesama Muslim, sehingga semakin banyak yang menshalatkannya, maka semakin besar pula kemungkinan amal-amal sang mayit diterima oleh Allah SWT dan segala kesalahannya diampuni. Dalam Islam, jika seorang Muslim mendoakan saudaranya, apalagi jika tanpa sepengetahuan orang yang didoakannya itu, maka doa tersebut kemungkinan besar akan dikabulkan. Doa untuk orang yang sudah meninggal bahkan lebih ‘dipertegas’ lagi dengan melaksanakan shalat jenazah.
Meskipun mengingat Allah dan mendekatkan diri pada-Nya tidak mesti dilakukan dengan cara-cara khusus, namun shalat dapat membantu kita untuk lebih khusyu’ dalam melakukannya. Kita mungkin agak kesulitan kalau harus memfokuskan pikiran kita kepada Allah di dalam angkot atau ketika sedang sibuk beraktifitas. Tapi ketika waktu shalat tiba, kita membersihkan diri dengan wudhu dan melaksanakan shalat dengan tertib. Pada saat itu, biasanya, pikiran kita akan lebih mudah tertuju kepada Allah daripada ketika kita sedang sibuk. Memang mencapai derajat khusyu’ itu tidak mudah, namun biasanya kita akan lebih khusyu’ berdoa ketika shalat daripada dalam kesempatan lainnya. Sekali lagi, ibadah ini untuk manusia, bukan untuk Allah. Manusialah yang perlu berusaha agar pikirannya bisa khusyu’ kepada Allah. Allah sendiri tidak memerlukan ke-khusyu’-an kita.
Meskipun begitu banyak hikmah shalat, namun ia bukanlah tujuan utama dari shalat itu sendiri. Ibadah shaum memang menyehatkan, tapi shaum bukanlah untuk sehat. Kita shalat karena Allah memberi perintah untuk shalat. Tidak ada hak protes bagi seorang hamba. Namun, saking sayangnya pada manusia, bahkan Dia Maha Penyayang pada seluruh ciptaan-Nya, Allah justru memberikan banyak manfaat di balik segala kewajibannya yang sekilas nampak cukup menyulitkan. Sebenarnya sama sekali tidak sulit, kalau kita memikirkan betapa besar manfaat yang bisa kita peroleh dari ibadah-ibadah tersebut.

Demikianlah shalat. Ada aturan-aturan yang jelas, ada kaidah yang harus dipatuhi, dan menjadi rutinitas harian seorang Muslim. Sebagai hamba Allah, kita wajib melaksanakannya sebaik mungkin, dan percayalah, Allah tidak akan lalai memberikan rahmat-Nya pada siapa pun yang mau melaksanakan shalat. Demi Allah, tidak akan ada manusia yang merugi akibat melaksanakan shalat dengan benar.
wassalaamu’alaikum wr. wb.