Selasa, 01 Januari 2008

Kegembiraan Semu di Malam Tahun Baru 2008

Tuutttt....prettttt....fooummmmm.....begitulah bunyi suara terompet yang bergema di malam tahun baru 2008, hampir semua orang keluar rumah dengan wajah riang gembira demi menyambut malam tahun baru. Anak-anak-orang tua semua berbahagia menunggu detik-detik pergantian tahun. Ada yang bermain gitar di halaman rumah yang luas, ada yang membakar jagung dan ikan, ada yang nongkrong di pantai sambil menikmati irama angin yang agak kencang, dan sebagian melakukan konvoi menggunakan sepeda motor dan mobil keliling kota.

Jreng....jreng.....bedubrakkkkk....(suara apa itu???) bunyi suara tabrakan dua unit kendaraan bermotor, pengendara satu mengalami kerusakan pada ban belakang yang copot dari As roda dan pengendara yang satunya lagi terpental kira-kira 4 meter ke arah trotoal jalan.
Mendadak suasana pantai menjadi hening sesaat dan kemudian seseorang berteriak...(dengan dialeg khas kolaka) "iyaaahhh...ko tobat..masih mauko balap-balap..itumi kalo komorang terlalu bergaya hehhh".

Sesaat ku termenung antara ingin menambah kekisruhan suasana atau menjadi sosok yang arif dan bijaksana menyikapi kondisi seperti itu (maklum suasana malam tahun baru dapat menghanyutkan setiap jiwa menjadi brutal dan beringas karena ingin dipuji atau mungkin karena disinilah kebebasan terbebas dari aturan).

Mata ini menjadi saksi dari salah satu peristiwa naas seperti itu yang terjadi di beberapa tempat, 9 orang korban tewas dan puluhan orang menderita luka berat dan ringan transit di UGD RSU Kolaka, entah karena akibat mabuk atau sekedar unjuk pamer kepada khalayak ramai, hilang sudah raut kegembiraan malam tahun baru di wajah mereka berganti dengan kesakitan bahkan kematian.

Apa sebenarnya aksi di balik keinginan manusia menyambut malam tahun baru? haruskah dimanifestasikan dengan cara yang brutal dan mabuk-mabukan? apa sebenarnya esensi pergantian tahun? adakah perasaan fantastis yang terbetik di dalam hati ketika jam menunjukkan pukul 00.00?

Merayakan malam tahun baru tidaklah salah karena itu sudah menjadi bagian tradisi bangsa indonesia mulai sabang sampai merauke, bahkan perayaan tersebut ada yang diselenggarakan secara protokoler. akan tetapi esensi sebuah makna perayaan seharusnya memiliki harapan besar akan sebuah kesejahteraan dan kemakmuran di tahun esok, komitmen dan prinsip yang lebih terjaga demi menciptakan masyarakat yang bersifat arif dan madani, bukan masyarakat yang "panas-panas tahi ayam", malam ini bertekad akan merubah hidup lebih baik tetapi memulai hari pertama di tahun baru saja sudah bangun kesiangan, itu sama saja dengan "kontemplasi tanpa aksi" apa bedanya dengan orang yang bermimpi di siang bolong?

Bukankah kontemplasi tampa aksi adalah ONANI???"